NILAI IBADAH QURBAN
Ibadah qurban, adalah salah
satu syari’at Allah SWT yang di bawa oleh nabi Ibrahim as (QS Ash-Shafat;
102-111). Dalam Islam, ibadah ini masih tetap disyariatkan bagi umat Islam dan
sangat
dianjurkan untuk dilaksanakan.( al-kautsar: 1-3). Pensyariatan ibadah qurban dalam Islam tentunya mengandung banyak hikmah, manfaat dan maslahah bagi umat Islam khususnya, dan umat manusia umumnya. Sebab, setiap ibadah yang disyari’atkan Allah SWT kepada Manusia pasti tidak ada yang sia-sia, didalamnya pasti terkandung hikmah, manfaat dan kemashlahatan.
dianjurkan untuk dilaksanakan.( al-kautsar: 1-3). Pensyariatan ibadah qurban dalam Islam tentunya mengandung banyak hikmah, manfaat dan maslahah bagi umat Islam khususnya, dan umat manusia umumnya. Sebab, setiap ibadah yang disyari’atkan Allah SWT kepada Manusia pasti tidak ada yang sia-sia, didalamnya pasti terkandung hikmah, manfaat dan kemashlahatan.
Ibadah qurban, mengandung
hikmah, manfaat dan mashlahah yang begitu besar bagi manusia, salah satunya
adalah membangun kesalihan sosial disamping kesalihan secara individu yang dalam
bahasa sosiloginya dikenal dengan empati sosial.
Ibadah ini menjadi pelajaran
bagi kita, untuk berani berkurban demi kepentingan yang lebih besar, membunuh
karakter egoisme pribadi, mematikan sikap individualisme untuk memupuk
solidaritas dan kepedulian sosial, karena pada hakekatnya, secara fitrah
manusia diciptakan bukan sebagai mahluk individu tetapi sebagai mahluk sosial.
Dengan demikian, hendaknya apapun yang kita lakukan, termasuki ibadah
sehari-hari, baik yang mahdlah maupun yang ghairu mahdlah, seharusnya mampu memberikan
dampak positif, tidak hanya bagi kita sendiri namun yang lebih penting adalah
bagi lingkungan sosial di sekitar kita. Jika sikap yang demikian ini kita
lakukan, maka Islam yang rahmatan lil
alamin menjadi jiwa dan motifasi kita dalam setiap aktifitas kita dalam
kehidupan sosial.
Terkait dengan ibadah qurban,
Allah SWT secara tegas menyatakan dalam firmannya:
QS Al-Kautsar: 1-3, artinya,”Sungguh kami telah memberimu nikmat yang
banyak, maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berkurbanlah, sesungguhnya
orang-orang yang membencimu maka dialah orang yang terputus (dari rahmat
Allah).
QS Al-Maun: 1-7, yang
artinya:” Tahukah kamu orang yang
mendustakan agama?, maka itulah orang yang meghardik anak yatim, dan tidak
mendorong memberikan makan orang miskin, maka celakalah orang yang shalat,
yaitu orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat ria’, dan enggan
memberikan bantuan”.
Dalam surat pertama, secara
tegas Allah memerintahkan umat Islam disamping melaksanakan ibadah shalat yang
berdimensi ilahiyah, sebagai wujud penghambaan diri kita kepada Allah SWT juga
tidak lupa terhadap keadaan lingkungan masyarakat yang ada disekitar kita,
yakni dengan malakukan ibadah qurban, yang berdimensi sosial, sebagai wujud
bahwa secara fitrah kita diciptakan sebagai mahluk sosial yang tentunya harus
mempunyai kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Dalam surat yang kedua, Allah
memberikan spirit/ motivasi kepada kita bahwa kita akan berdusta terhadap agama
mana kala kita tidak mempunyai rasa empati dan kepedulian sosial terutama
terhadap kaum dhua’afa’’, fakir miskin, anak-anak terlantar/ yatim piatu yang
masih banyak berada di sekitar kita.
Melalui syari’at qurban
inilah, Islam mendidik manusia untuk manjadi pribadi yang shalih secara kaffah, yakni disamping menjadi manusia
yang shalih secara individu (shalih), juga menjadi manusia yang shalih secara
sosial (Muslihun). Dengan demikian, wujud qurban bagi seseorang berarti pula
proses pembentukan karakter diri seseorang masing-masing yang dilakukan sebagai
penguat hubungan kepada Allah swt dan hubungan sesama manusia. Terkait dengan
ini Rasulullah SAW bersabda:
Wallahu fii ‘Aunil abdi ma kaanal abdu fii ‘auni akhiihi
(rawahu Muslim)
Artinya, “Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu mau menolong terhadap
yang lainnya (HR Muslim).
Melalui ibadah qurban, marilah
kita jadikan sebagai media/ sarana training/ latihan diri kita untuk mempunyai
rasa kepekakaan dan kepedulian sosial terhadap nasib sesama umat manusia, yang
kita lestarikan tidak hanya pada waktu hari raya Idul Adha, hari-hari tasyrik,
tetapi juga dalam hari-hari setelahnya. Karena nilai-nilai ajaran dalam ibadah
qurban, tidak akan terwujud jika pelaksanaannya hanya sebatas kegiatan/ritual
rutinitas tahunan yang hanya sekedar bagi-bagi daging hewan qurban, setelah itu
kita tidak melestarikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai ibadah qurban
perlu dikembangkan dan dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari dan sepanjang
waktu, terutama dalam bidang sosial pendidikan, seperti pembangunan
tempat-tempat ibadah, pendidikan, panti asuhan anak yatim piatu dan
lain-lainnya, sehingga dengan demikian akan
tercapailah kehidupan izzul islam
wal muslimin dan Islam rahmatan lil
alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar